Cintaku tak terbatas

CIntaku tak terbatas


Kugenggam erat tanganmu dan dua malaikat kecilku yang selalu menemaniku sepanjang hari. Kutatap wajahnya dengan penuh tanda Tanya. 

“Ganteng ? “ Bisik hati serasa tersenyum ceria.

“Iya “ Jawabku serambi mendekatkan wajjahku ke wajahnya.

Suamiku merupakan sosok sederhana dan teguh pendirian serta penyayang. Hampir 8 tahun ini Beliau mengajarkanku tentang cintang, mengenalkanku tentang surga, dan memahamkanku tentang Allah. Darinya aku dapat belajar tentang nikmatnya keindahan surge di dunia dan akhirat. Aiku mengukir kata, menggoreskan rasa yang tak akan pernah aku lupakan selama hidupku dank u berharap dalam doa-doaku untuk selalu mengekalkan kebersamaanku bersama suami dan anak-ankaku di dunia akhirat.

Semakin hari semakin bertambah cintaku padanya. Entah mengapa aku tak tau. Setiap hari bahkan setiap waktu taka da alasanku untuk jatuh cinta padanya. Syukur k ucapkan dan teririrng doa setiap saat. 

Din, panggilan sayangnya kepadaku. Setiap kali beliau memanggilku dengan panggilan itu. Hatiku senang sekali, jiwaku serasa melayang ketika Beliau menatap wajahku dengan malu-malu dan terkadang mencuri-curi padangan kepadaku. Dalam hatiku bertanya, inikah cinta? Inikah rasa yang tak pernah tau rasanya. Berbunga-bunga, indah, bingung, berdetak jantungku, hingga aku tak dapat berkata-kata. Ingin rasanya aku melayang tinggi. Hatiku berdesir “Ya Allah, kekalkanlah kebersamaan ini di dunia dan akhirat”

Teringat masa itu, masa aku dan beliau pertama bertemu. Dalam forum kegiatan mahasiswa se Jawa Tengah di Kota Bandungan, di hotel Citra Bandungan, menginap dua malam disana. Pertama kali Beliau memperhatikanku, tanpa aku menyadarinya. Setelah kegiatan usai, sesampai dirumah. Aku menjatuhkan tubuhku dan Hpku diatas Kasur. Lelah pastinya, tiba-tiba, Telolet-telolet, HPku berbunyi, kulirik sedikit  satu pesan masuk dan kubiarkan, sengaja untuk tidak memegang Hp. Aku pergi untuk membersihkan diri dan makan. Setelah selesai kubuka pesan yang masuk dalam Hp, ternyata orang asing, aku tak mengenalnya. Mataku berlari membaca ulang pesannya, 

Assalamualaikum. Salam kenal, aku Anto. Salah satu perserta di pertemuan mahasiswa DIKTI. Senang bertemu denganmu.

Aku bergegas membuka album kenangan. Dan aku tak pernah ketemu dengannya. Siapa dia? Pikirku panjang untuk membalas pesannya. Aku memeras kenangan membuka rekaman otakku untuk melihatnya, mengingatnya. “Astagfirullah” aku tak bisa menemukannya, wajahnya bahkan namanya. Ada apa denganku? Aku mencoba membuka video dan foto-foto memori kenangan untuk memperjelasnya. Dan, aku tak menemukan siapa beliau dalam memori otakku. Akhirnya aku menyerah dan memutuskan untuk membalas pesannya. 

“Walaikumsalam, Salam kenal, Saya Yanti. Senang dapat belajar bersama”

Kugeletakkan hpku begitu saja dan bergegas aku meninggalkannya. Sambil beberes untuk mempersiapkan keperluan untuk besok. Karena besok aku harus berangkat ke kampus untuk kuliah, di kota Wonogiri merupakan gerbang ilmu dan jalanku untuk menyelami lautan ilmu. 

Hari demi hari, bulan demi bulan, dan November 2009 pertemanan kita semakin dekat. Kita sering mengirim pesan, kabar bahkan sering telefon bercerita, bertukar fikiran meski lewat jaringan selular. Otakku belum menemukannya siapa beliau sebenarnya, namun hatiku yakin untuk berteman. Aku pun tak tau alasan apa sehingga aku tetap membalas pesannya dan menerima telefonnya. Hingga masanya tiba, 2010 beliau mengungkapkan ingin menikah denganku. Mataku melotot ketika membaca pesan yang tak biasa Ia kirimkan kepadaku. Aku terdiam dan tak dapat berfikir. Kring… Kring… Telefon masuk dan darinya. Kuangkat dengan ragu dan bingung apa yang akan aku jawab. Aku tak mengenalnya, bayangannya pu aku tak dapat melukiskannya. Benar-benar teman bayangan dan aku hanya berteman debgab bayangan. Rasa hati tak percaya akan keberadaannya.

Kuangkat telefonnya “Hallo, Assalamualaikum” 

“Walaikumsalam” Jawabnya dengan nada datar. 

Aku tetap terdiam, bingung dan tak percaya dengan pesannya yang dikirimkannya. 

“Bagaimana dengan pertanyaanku tadi” Tanyanya dengan suaranya ku dengar gemetar.

Aku semakin tak tau apa yang akan akau lakukan, hatiku berdetak kencang, aliran darahku berdesir kuat dan mulutku tercengang. Badanku dingin dan hatiku serasa melayang tinggi. 

“Bagaimana dengan pertanyaanku tadi? Ia mengulangnya dengan semakin gemetar suaranya.

Aku tak tau mau menjawab apa, namun tak kusadari apa yang membuatku berucap”

“Iya, aku bersedia”. Jawabku dengan bergetar

Dan akupun melanjutkan sambungan kata yang masih terseimpan dalam hati dan fikiranku.

“Namun, tolong tunggu aku sampai selesai kuliahku dan aku bekerja” Dengan lantang aku pun mengungkAPKANNYA. 

“Baiklah, aku masuk dulu ya” Beliau mohon ijin untuk menutup teleponnya. 

“Iya, selamat bekerja, Assalamualaikum” Jawabku dan menutup telefonnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pojok Rumah

If I'm Leader

Baby massage